Asal Muasal Dinamakan Bode
Dalam meneliti/melacak tentang sejarah Desa Bode, penulis mendapatkan dua versi dari dua Narasumber yang berbeda. Namun keduanya dapat ditarik benang merahnya, yaitu sama-sama mengacu pada maksud yang sama. Kedua versi tersebut adalah:
K.H. Kariem
Menurut penuturan K.H. Kariem bahwa, Desa Bode pada zaman dahulu
penduduknya mayoritas adalah petani. Sebagaimana pada umumnya daerah-daerah
yang lain, Desa Bode juga mempunyai seorang Penggeden Desa. Menurut K.H. Kariem
Desa Bode seorang Penggede-nya adalah seorang wanita atau sering disebut Nyi
Gede Bode.Nyi Gede Bode yang pada waktu itu sedang kasmaran dengan seorang
jejaka yaitu Ki Gede Kaliwulu (sekarang Desa Kaliwulu, Kec. Weru – Pen) sangat
mendambakan untuk bisa menjalin rumah tangga. Namun entah karena sebab apa,
hubungan keduanya kurang berjalan lancar. Karena begitu kasmarannya Nyi Gede
Bode pada Ki Gede Kaliwulu, Nyi Gede Bode menyamar/ berubah wujud menjadi Kebo
Gede dengan maksud agar dapat bertemu, berdekatan dan dipegang olek Ki Gede
Kaliwulu yang kesehariannya sebagai petani yang biasa membajak sawah dengan
menggunakan weluku.
Atas peristiwa tersebut, berubahnya Nyi Gede Bode menjadi Kebo Gede
pada akhirnya lidah orang gampang mengucapkan Kebo Gede diambil belakangnya
saja menjadi Bode. Yang akhirnya dijadikan sebagai sebuah nama Desa.
Bukti sejarah yang sampai sekarang dapat disaksikan adalah dua buah
kuburan tua yang sekarang menyatu dalam satu pagar yaitu kuburan Ki Gede
Kaliwulu dan Nyi Gede Bode yang terletak di pekuburan Masjid Kramat Kaliwulu
Kecamatan Weru. Selain itu juga ada bukti lain yaitu sebuah sumur tua yang
dulunya digunakan oleh Nyi Gede Bode dan Ki Gede Kaliwulu yang terletak di
tengah sawah yang sekarang telah dibangun perumuhan Kaliwulu Indah.
K. Hawari
Menurut penuturan K. Hawari bahwa dirinya masih keturunan asli dari
KiGede Bode (Ki Jelari). Hal ini dibuktikan dengan melihat ibu jari kakinya
pecah yang menandakan bahwa K. Hawari merupakan keturunan asli Ki Gede Bode.
Desa Bode dahulu tepatnya pada zaman Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Solo
merupakan pemukiman terpencil yang masyarakatnya hidup makmur dan subur dengan
berpenghasilan dari pertanian. Di Desa itulah hidup seorang alim, yang dikenal
sakti mandra guna, beliau adalah Ki Jelari atau yang akrab disebut dengan Ki
Gede Bode. Ki Jelari adalah seorang tokoh masyarakay yang alim yang diberi
keistimewaan oleh Allah SWT. Berupa suara yang merdu yang biasa digunakan untuk
ngidung/ nyanyi.
Karena begitu senangnya dengan kidung, Ki Jelari selalu mengisi
waktunya dengan ngidung. Kidungannya begitu merdu dan indah syair kidungnnya,
sampai-sampai suaranya di waktu ngidung bisa terdengar di Kesultanan Solo.
Suara merdu kidung Ki Jelari tiap malam terdengar di Kesultanan Solo, hingga
Putri Sultan pun kena pelet, tiap hari ingin selalu mendengarkan suara kidung
Ki Jelari, sampai rindu ingin bertemu. Karena begitu rindunya Sang Putri jatuh
sakit. Melihat putrinya jatuh sakit karena suara kidung yang didengarnya tiap
malam, maka Sultan memerintahkan kepada beberapa prajurit pilihan untuk mencari
sampai dapat orang yang kidungnya terdengar setiap malam itu, dengan ancaman
apabila para prajurit itu tidak menemukannya maka kepala merekalah sebagai
gantinya.
Singkat cerita samapilah para prajurit pilihan Sultan di pemukiman
Lebak Bode. Setelah bertanya dan akhirnya bertemu dengan Ki Jelari. Setelah
mengutarakan maksud kedatangannya pada Ki Jelari agar supaya bisa ikut ke
Kesultanan Solo untuk menyembuhkan penyakit yang diderita sang Putri. Setelah
berunding, Ki Jelari memutuskan untuk ikut pergi ke Solo bersama prajurit.
Sesampainya di Kesultanan Solo, Ki Jelari disambut dengan meriah di kalangan
Kesultanan. Setelah beristirahat, Ki Jelari dipersilakan oleh Sultan Solo untuk
ngidung syair-syair kepunyaannya. Dan anehnya setiap telinga yang mendengarkan
kidungnya timbul rasa simpatik dan suka terhadapnya bahkan Putri pun sembuh
dari sakitnya dan akhirnya Putri Sultan pun timbul rasa suka.
Setelah tiga hari lamanya
berada di Kesultanan Solo, ada saja prang yang tidak suka atas kehadiran Ki
Jelari di kesultanan Solo dengan mengisukan bahwa Ki Jelari telah memelet sang
Putri sehingga Putri tergila-gila pada Ki Jelari. Akhirnya isu tersebut sampai
kepada Sulatan Solo dan langsung saja Sultan memerintahkan Ki Jelari untuk
melepaskan peletnya. Karena begitu patuhnya Ki Jelari sebagai rakyat kecil
kepada Sultan akhirnya Ki Jelari melepaskan dan membuang keistimewaannya yaitu
ngidungnya walaupun Ki Jelari tersebut tidak menggunakan pelet. Setelah
kejadian tersebut kira-kira seminggu sudah Ki jelari berada di Kesultanan Solo,
sang Putri sudah sembuh dari sakitnya dan sebagai rasa terima kasih Sultan Solo
kepada Ki Jelari diberikan hadiah berupa 2 ekor Kerbau Gede, padi 100 ton dan
ikan cucut yang sangat besar, setelah itu Ki Jelari disuruh pulang ke kampung
halamannya.
Hal ini dianggap sebagai
penghinaan oleh Ki Jelari, sehingga Ki Jelari memperlihatkan kesaktiannya,
Kerbau Gede yang 2 ekor ia kantongi di saku sebelah kanan, padi 100 ton di
kantong sebelah kiri dan ikan cucut yang besar di kantong saku atas baju
kampretnya, kemudian Ki Jelari begegas pulang. Sesampainya di tanah
kelahirannya, warga setempat geger karena setelah seminggu lebih lamanya
pemimpinnya pergi. Setelah cerita kepergiannya selama itu kepada kerabatnya,
akhirnya salah seorang kerabatnya nyeleneh kepada Ki Jelari untuk
menanyakan bawaan atau oleh-oleh apa setelah pergi seminggu lebih tersebut.
Karena di Tanya oleh-oleh Ki Jelari teringat akan hadiah yang diberikan Sultan
Solo kepadanya, dan dikeluarkanlah 2 ekor Kerbau Gede dari saku kanan, 100 ton
padi dari saku kiri dan ikan cucut dari saku atas bajunya.
Atas peristiwa tersebut masyarakat ribut tentang oleh-oleh yang di
bawah Ki Jelari 2 ekor Kerbau Gede dan sampai akhirnya masyarakat menyebutnya
Kebo Gede yang di singkat Bode. Bukti sejarah yang sampai sekarang dapat
disaksikan adalah kuburan Ki Gede Bode (Ki Jelari) yang dikubur di pekuburan
Petolang Lebak Karang Sari Desa Bodesari. Pada Tahun 1982 Desa Bode dimekarkan
menjadi dua Yakni Desa Bode Lor dan Desa Bodesari. Karena Desa Bodesari yang
letak geografisnya berdekatan dengan Desa Tegalwangi yang nota bene adalah Desa
industri, akhirnya Desa Bodesari menyesuaikan diri dengan perkembangan dan
tuntutan zaman. Mulailah satu persatu penduduk Desa Bodesari belajar tentang
kerajinan rotan, dan mulai saat itu dirasakan ada perubahan dalam kehidupan.
Karena berwiraswasta dalam bidang kerajinan rotan dianggap menguntungkan dan
bias mencukupi kebutuhan hidup bila dibandingkan dengan bertani maka lambat
laun, perlahan tapi pasti masyarakat Desa Bodesari mayoritas lebih memilih
menekuni sebagai seorang wiraswasta kerajinan rotan.
Tidak ada komentar: